Senin, 21 Maret 2011

Perekonomian Indonesia (Tugas 1)

Ekonomi Terpimpin

Ekonomi terpimpin secara istilah yang disebutkan Bung Hatta yaitu merupakan konsekuensi dan nasionalisme yang timbul sebagai bentuk dari perlawanan menentang kolonialisme dan imperialisme.
Prinsip ekonomi terpimpin sejalan dengan sila ke-5 pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dikarenakan adanya pemerataan pembagian kesejahteraan di semua lapisan masyarakat dan mereka dapat merasakannya.

Ekonomi terpimpin serupa dengan ekonomi sosialis. Menurut Bung Hatta ekonomi terpimpin merupakan rival dari sistem ekonomi liberal. Dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pihak pasar, sedangkan pemerintah tidak boleh campur tangan dalam hal tersebut. Atau juga ikut andil dalam mengatur keadaan pasar sehingga peraturan tersebut tidak memberikan gerak bebas bagi pasar.

Keunggulan Ekonomi Terpimpin.
Dalam konteks ini, kita bisa mengingat apa yang pernah ditulis Hatta pada saat dia masih berusia 26 tahun dan masih berstatus sebagai mahasiswa (ditulis Maret 1928). Begini ia menulis waktu itu: “Pemerintah harus banyak campur tangan dalam pelaksanaan Ekonomi Terpimpin dengan mengadakan petunjuk, tetapi harus bebas dari perbuatan birokrasi. Dalam pelaksanaan ekonomi yang berpedoman kepada prinsip murah, lancar, dan cepat, tidak ada yang lebih berbahaya dari pada birokrasi". Dan juga pemerintah selayaknya turut pula memberikan aturan-aturannya. Supaya terciptanya pemerataan ekonomi di semua kalangan masyarakat, sehingga yang kaya tidak semakin kaya sedangkan yang miskin tidak semakin miskin.
Coba kita kembali lagi berkaca kepada salah satu negara yang menggunakan sistem ekonomi sosialis seperti Republik Rakyat Cina. Maka kita akan melihat keadaan pendapatan masyarakatnya yang merata, sehingga tidak akan anda menjumpai permasalahan ketimpangan-ketimpangan ekonomi di negara ini, sekalipun negara ini negara yang mempunyai penduduk terbanyak di dunia.
Bahkan buktinya, kini negara Republik Rakyat Cina mampu menjadi negara urutan ketiga yang pertumbuhan ekonominya melesat pesat setelah urutan pertama diduduki oleh Uni Eropa dan posisi urutan kedua diduduki oleh India.
Dari contoh di atas, dengan itu keadilan sosial untuk rakyat niscaya akan tercapai, keadaan ekonomi akan bertambah baik dan kemajuan untuk negara akan diraih. Seperti yang sering digembar-gemborkan oleh Pancasila dalam silanya yang ke-5 yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” yang akan mengantarkan negara untuk memenuhi keadilannya dalam membagi kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dengan ini maka cita-cita nasionalisme akan tercapai. Berbicara masalah jenisnya, ekonomi terpimpin dibagi menjadi enam jenis, yaitu:
1. Ekonomi terpimpin menurut ideologi komunisme.
2. Ekonomi terpimpin menurut pandangan sosialisme demokrasi.
3. Ekonomi terpimpin menurut solidaroisme.
4. Ekonomi terpimpin menurut faham kristen sosialis.
5. Ekonomi terpimpin berdasar ajaran Islam
6. Ekonomi terpimpin berdasarkan pandangan demokrasi sosial.
Yang pasti dari enam aliran ekonomi terpimpin itu kesemuanya itu menolak adanya kepentingan individu, yang mana kepentingan orang banyak akan terkalahkan oleh kepentingan segelintir orang tersebut. Hal ini justru benar-benar terlihat dari sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan per-individu saja sedangkan masyarakat banyak yang lebih membutuhkannya malah kenyataannya terabaikan.
http://samwarlux.blogspot.com/2011/03/ekonomi-terpimpin.html


Ekonomi Pasar Sosial (bagian pertama)
Konsep Social Market Economy (Soziale Marktwirtschaft-Ekonomi Pasar Sosial) mengacu pada suatu konsep sistem ekonomi yang dibangun di Jerman paska Perang Dunia II. Hal yang menarik didalam konsep ini adalah bergabungnya dimensi material (komersial), sebagai konsekuensi ekonomi pasar dan dimensi sosial atau kemanusian.
Konsep “pasar” menjadi penting karena setelah pengalaman buruk yang dialami dengan Nazi, mereka ingin agar ekonomi bebas dari intervensi dan dominasi negara. Peran negara, pada masa awal penerapan sistem ini di Jerman Barat, adalah memberikan perlindungan terhadap suasan kompetisi dari tendensi monopolistik dan oligopolistik, termasuk yang mungkin akan muncul dari mekanisme kompetisi itu sendiri. Sementara itu konsep “sosial” mendapat penekanan penting karena Jerman, pada saat itu bernama Jerman Barat, menginginkan suatu sistem perekonomian yang mampu mendorong munculnya kemakmuran akan tetapi juga dapat memberikan perlindungan terhadap buruh dan kelompok masyarakat lain yang mungkin tak mampu mengikuti tuntutan kompetisi yang berat didalam ekonomi pasar. Situasi ekonomi sosial masyarakat Jerman yang hancur paska Perang Dunia II pun memberikan adil terhadap pilihan konsep ini. Konsep “sosial” dipilih daripada konsep “sosialis” untuk membedakan sistem ini dari suatu sistem dimana negara mengklaim memiliki hak untuk menentukan sistem perekonomian atau melakukan intervensi terhadapnya.
Ada suatu konsep lain yang memiliki keterkaitan erat dengan konsep ekonomi pasar sosial, suatu konsep didalam tradisi pemikiran Jerman, yaitu ”Ordnung,” yang dapat diartikan sebagai ”tatanan.” Dalam pemahaman ini ekonomi, masyarakat, dan politik, menjadi suatu kesatuan struktur, namun bukan dalam bentuk diktatorial.
Para pengagas konsep ekonomi pasar sosial melihat konsep tersebut dalam suatu sistem tatanan yang utuh. Disamping itu, mereka juga didasari pada konsep ”Ordo-Liberalismus,” yang berarti konsep tersebut harus bebas memilih tatanannya, dan bukan suatu tatanan yang bersifat komando. Paska perang Dunia II muncul berbagai argument dan perdebatan mengenai bagaimana membangun kembali perekonomian Jerman yang terpuruk akibat perang. Kelompok politisi sosialis berpendapat tentang pentingnya sistem distribusi terpusat, perluasan control negara, dan nasionalisasi bank-bank dan industri. Penentang utama dari ide ini adalah Ludwig Erhard, seorang ekonom liberal yang menjabat sebagai kepala kantor urusan ekonomi di Bizone, yang kemudian menjadi menteri perekonomian dan pada saat kemudian menjadi Kanselir Republik Federasi Jerman (1963-1966), menggantikan Konrad Adenauer. Erhard tercatat dalam sejarah sebagai pencetus konsep ekonomi pasar sosial dan menerapkannya dalam sistem perekonomian Jerman Barat.
Pada awalnya langkah tersebut bertujuan memungkinkan berbagai kekuatan bermain secara bebas didalam pasar dengan meningkatkan kesempatan konsumen, memotivasi produsen untuk melakukan inovasi dan kemajuan tehnik, dan pembagian pendapatan dan keuntungan berdasarkan pencapaian masing-masing individu. Diatas semua itu, terdapat pembatasan akumulasi yang berlebihan dari kekuatan pasar. Tugas negara adalah menciptakan mekanisme bagi berfungsinya kompetisi. Pada saat yang sama negara harus mempromosikan kesiapan dan kemampuan masyarakat untuk memiliki tanggungjawab dan lebih independent.
Konsepsi teori ekonomi pasar sosial mengacu pada pemikiran liberal klasik dengan sedikit perubahan. Kita dapat menyebutnya sebagai variasi pemikiran neo-liberal Jerman, namun biasanya disebut dengan Ordo-Liberalisme. Pemikiran ini dibangun sejak tahun 1940-an, terutama melalui aliran pemikiran kelompok Freiburg. Dua pemikir utama kelompok ini adalah Walter Eucken dan Andreas Muller-Armack, yang menamainya Ekonomi Pasar Sosial. Dalam pemikiran ini aspek yang diperhatikan bukan hanya persoalan ekonomi semata, namun juga persoalan kebebasan dan keadilan sosial. Menurut Muller-Armack tanggung-jawab memerlukan kebebasan sebagai kondisi yang penting bagi seseorang/individu untuk memilih tanggung-jawab diantara pilihan yang berbeda.
Konsep ekonomi pasar liberal memiliki tiga elemen prinsip yang utama:
1.Prinsip Individualitas: yang bertujuan pada ideal liberal bagi kebebasan individu.
2.Prinsip Solidaritas: Mengacu pada ide setiap individu manusia terlekat dengan masyarakat yang saling tergantung sama lain dengan tujuan menghapus ketidakadilan.
3.Prinsip subsidiaritas: yang berarti sebuah tugas institusional yang bertujuan menajamkan hubungan antara individualitas dan solidaritas. Aturan tersebut harus memberikan jaminan hak individu dan menempatkannya sebagai prioritas utama, yang berarti apa yang mampu dilakukan oleh individu harus dilakukan oleh individu dan bukan oleh negara.
Hak-hak kebebasan dari setiap individu dan kebebasan ekonomi dapat dilihat sebagai kerangka dimana keadilan sosial dan solidaritas diterapkan. Ekonomi pasar sosial bertujuan menyeimbangkan prinsip-prinsip pasar dan prinsip-prinsip sosial. Ordo-liberalism percaya bahwa penting untuk menciptakan mekanisme perlindungan sosial disamping kekuatan pasar, yang dikontrol oleh negara. Tujuan lain yang ingin dicapai oleh ekonomi pasar sosial adalah menciptakan dan membangun tatanan ekonomi yang dapat diterima oleh berbagai ideologi sehingga berbagai kekuatan didalam masyarakat dapat terfokus pada tugas bersama menjamin kondisi kehidupan dasar dan membangun kembali perekonomian. Inilah sebabanya kita dapat melihat bahwa ekonomi pasar sosial merupakan kompromi pada masa-masa awal pemerintahan Federal Republik Jerman. Selain ini disamping kekuatan permintaan dan penawaran ia juga didorong oleh konsep moral yang kuat.
Sementara itu konsep Erhard’s mengenai ekonomi pasar yang berespon sosial didasari perdagangan bebas dan perusahaan swasta, dibantu dengan suntikan modal melalui program Marshall Plan, yang terbukti menjadi dasar yang ideal bagi pemulihan ekonomi Jerman Barat paska Perang Dunia II, dan mencapai puncaknya dengan keajaiban ekonomi (Wirschaftswunder) pada tahun 1950s. Pada beberapa sektor, seperti perumahan dan pertanian, memang tetap diberlakukan kontrol harga dan subsidi. Kontrol bagi pencegahan penerapan kartel dan mendorong terciptanya stabilitas moneter tetap merupakan tanggungjawab negara. Negara kemudian juga, guna mendorong terciptanya akumulasi modal individu dan melindungi warganegara biasa, membangun sistem pelayanan sosial yang meliputi kesehatan, pengangguran dan sistem asuransi sosial.
http://thamrin.wordpress.com/2006/08/08/ekonomi-pasar-sosial-bagian-pertama/


Ekonomi Sosialis

Harga-harga sumber-sumber daya/ barang-barang dan jasa-jasa ditetapkan oleh pemerintah (sistem subsidi besar-besaran). Gaji dan upah sangat rendah dibandingkan dengan gaji atau upah negara-negara dengan sistem kapitalis. Pemerintah memberikan subsidi dalam bentuk sewa apartemen, harga barang dan sebagainya. Kaum sosialis sangat mementingkan pemerataan dalam distribusi pendapatan yang dituangkan dalam slogan "sama rata, sama rasa".
Dalam prakteknya teori ini sulit dilaksanakan. Dalam pemberian imbalah harus ada perbedaan. Contoh penyapu jalan dan dokter spesialis. Agar motif berprestasi dapat tetap dipertahankan. Pada dasarnya apa yang baru saja dibicarakan berhubungan dengan masalah EQUITY (keadilan). Asas keadilan : apa yang berprestasi lebih mendapatkan penghasilan lebih.

"To Each According to His Needs and to Each According to His Ability"
Masing-masing anggota masyarakan mendapat output nasional sesuai dengan kedudukannya. Negara menjamin semua kebutuhan dasar rakyat. Masing-masing anggota masyarakan mendapat bagian output nasional sesuai dengan kemampuannya.

Hak milik privat ditiadakan oleh pemerintah. Pemerintah penguasa tunggal sumberdaya ekonomi dan harta kekayaan (tindakan nasionalisme). Pada perekonomian sosialis sumber daya ekonomi dikuasai oleh pemerintah, digunakan untuk memproduksi barang dan jasa.

Perniagaan luar negeri = monopoli negara, Hanya badan-badan pemerintah yang boleh melakukan perdagangan internasional. Government to Government, Pengusaha swasta dengan pengusaha swasta, pengusaha ke pemerintah atau pemerintah ke pengusaha swasta.

Lebih lanjut tentang: Pemerintahan dan Ekonomi Sosialis
http://id.shvoong.com/business-management/international-business/1915077-pemerintahan-dan-ekonomi-sosialis/


EKONOMI PANCASILA

Mengenang Tiga Tahun Kepergian Prof. Mubyarto
Dicetuskan oleh Soekarno-Hatta, didengungkan kembali oleh Emil Salim dan di kembangkan oleh Mubyarto. Meski bukan yang pertama dan yang satu-satunya, tapi di tangan beliaulah Ekonomi Pancasila berkembang dan menemukan bentuknya. Tak heran jika nama Mubyato ini kemudian lekat dan identik dengan Ekonomi Pancasila. Begitupun sebaliknya.
Tanggal 24 Mei tahun ini tepat tiga tahun kepergian beliau. Ekonomi Pancasila adalah jejak intelektual yang beliau tinggalkan. Perjalanan intelektualnya di awali dengan menyelesaikan gelar sarjananya pada Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada (1959). Gelar Master di Vanderbilt University (1962) dan Doktornya di selesaikan di Iowa State University (1965).
Selama hidupnya, beliau aktif di berbagai kegiatan dan organisasi. Di dunia teoritisi beliau adalah dosen di Fakultas Ekonomi Unversitas Gadjah Mada. Dunia praksisi beliau tekuni dengan aktif di lembaga/pusat studi, termasuk pernah menjabat sebagai anggota MPR-RI. Di tahun 1979 beliau di tetapkan sebagai Guru Besar Ekonomi pada almamaternya..
Konsistensi beliau untuk memperjuangkan Ekonomi Pancasila terlihat dari dibentukan Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) di Universitas Gadjah Mada tanggal 12 Agustus 2002. PUSTEP UGM mengadakan kajian-kajian teoritis maupun praksis sebagai bahan menyusun prinsip-prinsip umum menjalankan Ekonomi Pancasila,yaitu rumusan konkrit bagaimana bekerjanya ekonomi Pancasila (Mubyarto, 2003). Di lembaga ini beliau menjabat sebagai kepala.
***
Berawal dari kegelisahan terhadap perkembangan dan implementasi ilmu ekonomi. Beliau merasa bahwa hubungan antara ekonomi dan keadilan sangatlah jauh. Terlebih jika melihat yang tejadi di sekitar, yaitu kebijakan ekonomi yang di tempuh oleh banyak negara, termasuk Indonesia (Mubyarto,1981).
Dalam implementasi ekonomi neoklasik terbukti tidak mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi. Bahkan dituding menjadi penyebab munculnya permasalahan baru. Berbeda jauh dengan teorinya yang diajarkan di institusi pendidikan.
Teori ekonomi yang berkembang lahir pada abad 18 dalam suasana keinginan adanya kebebasan (liberalisme) di dunia barat (Mubyarto,1980). Menafikan peran agama dan mengabaikan peran ilmu sosial lainnya.
Indikasi kegagalan ekonomi neoklasik diantaranya terlihat dari relevansi teorinya yang hanya sesuai dengan sebagian kecil perekonomian dan untuk konteks Indonesia teori ekonomi klasik lebih berkembang sebagai seni daripada sebagai ilmu (Mubyarto, 1979). Teori ekonomi sosialis sebagai altermatif pun terbukti tidak berdaya melawan dominasi perkembangan terori ekonomi neoklasik ini.
Semangat beliau untuk membangun teori ekonomi yang lebih realistik, manusiawi tanpa meninggalkan nilai lokal bangsa Indonesia kemudian tertuang dalam konsep Ekonomi Pancasila. Konsep ini lahir di bumi Indonesia, digali dari filsafat bangsa Indonesia dan kemudian dianggap paling tepat mengarahkan perjalanan bangsa Indonesia menuju masarakat adil dan makmur (Mubyarto,1980).
Ekonomi pancasila di definisikan sebagai sistem ekonomi yang di jiwai ideologi Pancasila yang merupakan usaha bersama yang berasaskan kekeluagaan dan kegotongroyongan nasional. Memiliki lima ciri :
1. Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral.
2. Kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah keadaan kemerataan sosial (egalitarianisme), sesuai asas-asas kemanusiaan.
3. Prioritas kebijakan ekonomi adalahpenciptaan perekonomian nasionalyang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi.
4. Koperasi merupakan saka guru perekonomian dan merupakan bentuk paling kongkrit dari usaha bersama.
5. Adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dengan pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk menjamin keadilan nasional.
***
Keberadaan Ekonomi Pancasila ini pun tidak perlu dibatasi hanya oleh dua kutub saja tetapi dapat diluarnya . Sistem Ekonomi Pancasila merupakan sistem ekonomi campuran yang mengandung pada dirinya ciri-ciri positif dari kedua sistem ekstrim yang dikenal yaitu kapitalis-liberalis dan sosialis-komunis (Mubyarto, 1980). Berbeda dengan ekonomi peraturan yang jelas antitetikal dengan makna Ekonomi Pancasila sebagai wadah berkembangnya manusia Indonesia seutuhnya. Dalam Ekonomi Pancasila, satu sumber legitimasi diambilnya tindakan pengaturan dalam pembatasan kebebasan usaha adalah adanya ekses negatif dari setiap tindakan (Mubyarto, 1981).
Peranan unsur agama sangat kuat dalam konsep Ekonomi Pancasila. Karena unsur moral dapat menjadi salah satu pembimbing utama pemikian dan kegiatan ekonomi. Kalau moralitas ekonomi Smith adalah kebebasan (liberalisme) dan ekonomi Marx adalah diktator mayoritas (oleh kaum proletar) maka moralitas Ekonomi Pancasila mencakup ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Sehingga pelaku Ekonomi Pancasila tidak hanya sebagai homo economicus tapi juga homo metafisikus dan homo mysticus (Mubyarto, 1986).
Pelaku-pelaku ekonomi inilah yang secara agregatif menciptakan masyarakat yang berkeadilan sosial dan besifat sosialistik yaitu adanya perhatian yang besar pada mereka yang tertinggal (Mubyarto, 1981). Ditambah dengan semangat nasionalistis dan kesungguhan dalam implementasi, Ekonomi pancasila akan mampu menciutkan kesenjangan kaya-miskin atau mampu mencapai tujuan pemerataan (Mubyarto, 1986).
Kompleksitas permasalah manusia dengan tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan monodisiplin. Oleh karena itu Ekonomi Pancasila menggunakan pendekatan intrdisipliner. Upaya pengembangan teori Ekonomi Pancasila erat kaitanya dengan perkembangan ilmu sosial antara lain sosiologi, antopologi, ilmu politik bahkan ilmu sejarah. Dengan demikian teori Ekonomi Pancasila akan berkembang tetapi memerlukan bantuan ahli teori. Ahli pemikir haruslah tokoh pemikir yang mampu menggali pikiran2 asli Indonesia (Mubyarto, 1980), dan mampu mencari titik keseimbangan antara berfikir kritis analitik dalam menganalisis masa kini dan metafisik filsafati untuk meramal masa depan (Mubyarto,1981).
***
Perjalanan beliau dalam memperjuangkan Ekonomi Pancasila bukan tanpa halangan. Begitu banyak pemikir yang kontra terhadap satu konsep alternif ini. Di tahun 80an, Ekonomi Pancasila sempat menjadi polemik. Semua itu tidak mampu menyurutkan semangat beliau untuk terus berjuang dan menyelesaikan misi suci untuk membentuk generasi masa depan yang lebih manusiawi.
Memang akan tidak bemanfaat untuk menamakan setiap kebijakan dengan nama Pancasila. Pancasila diharapkan menjiwai setiap kebijakan bukan sebagai nama (etiket) setiap kebijakan (Mubyarto,1981). Dengan mengimplementasikannya maka dengan sendirinya Ekonomi Pancasila ini akan menjelma menjadi Ekonomi Indonesia.
Dari beliaulah kita banyak belajar. Menggali kearifan nilai bangsa Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan kebangsaan. Bukan meminggirkannya. Membiarkan nilai budaya asing yang tidak sesuai dengan mengerogoti keutuhan bangsa ini.
Selamat jalan kami ucapkan. Semoga generasi muda bangsa ini mampu meneruskan apa yang Pak Muby dan pendiri bangsa ini cita-citakan yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menjadikan ekonomi bangsa ini berdaulat, mampu berdiri diatas kaki sendiri tanpa harus bergantung pada asing.
Lukman Hakim, Mahasiswa Ilmu Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
http://edu-articles.com/ekonomi-pancasila/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar