Senin, 18 Juni 2012
Ketentuan perwalian menurut KUH Perdata
Seperti diketahui bahwa dalam KUHPerdata ada juga disebutkan pengertian dari Perwalian itu, yaitu pada pasal 330 ayat (3) menyatakan :
“Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah perwalian atas dasar dan cara sebagaimana teratur dalam bagian ketiga,keempat, kelima dan keenam bab ini”.
Perwalian pada umumnya
Didalam sistem perwalian menurut KUHPerdata ada dikenal beberapa asas, yakni :
Asas tak dapat dibagi-bagi ( Ondeelbaarheid )
Pada tiap-tiap perwalian hanya ada satu wali, hal ini tercantum dalam pasal 331 KUHPerdata. Asas tak dapat dibagi-bagi ini mempunyai pengecualian dalam dua hal, yaitu :
- Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling lama (langs tlevendeouder), maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi medevoogd atau wali serta, pasal 351 KUHPerdata.
- Jika sampai ditunjuk pelaksanaan pengurusan (bewindvoerder) yang mengurus barang-barang minderjarige diluar Indonesia didasarkan pasal 361 KUHPerdata.
Asas persetujuan dari keluarga.
Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal keluarga tidak ada maka tidak diperlukan persetujuan pihak keluarga itu, sedang pihak keluarga kalau tidak datang sesudah diadakan panggilan dapat dituntut berdasarkan pasal 524 KUH Perdata
Orang-orang yang dapat ditunjuk sebagai Wali
Ada 3 (tiga) macam perwalian, yaitu:
- Perwalian oleh suami atau isteri yang hidup lebih lama, pasal 345 sampai pasal 354 KUHPerdata.
Pasal 345 KUH Perdata menyatakan :
” Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekadar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya.”
Namun pada pasal ini tidak dibuat pengecualian bagi suami istri yang hidup terpisah disebabkan perkawinan putus karena perceraian atau pisah meja dan ranjang. Jadi, bila ayah setelah perceraian menjadi wali maka dengan meninggalnya ayah maka si ibu dengan sendirinya (demi hukum) menjadi wali atas anak-anak tersebut.
- Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu dengan surat wasiat atau akta tersendiri.
Pasal 355 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa :
“Masing-masing orang tua, yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian bagi seorang anaknya atau lebih berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak itu, jika kiranya perwalian itu setelah ia meninggal dunia demi hukum ataupun karena penetapan Hakim menurut ayat terakhir pasal 353, tidak harus dilakukan oleh orang tua yang lain”
Dengan kata lain, orang tua masing-masing yang menjadi wali atau memegang kekuasaan orang tua berhak mengangkat wali kalau perwalian tersebut memang masih terbuka.
- Perwalian yang diangkat oleh Hakim.
Pasal 359 KUH Perdata menentukan :
“Semua minderjarige yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua dan yang diatur perwaliannya secara sah akan ditunjuk seorang wali oleh Pengadilan”.
Orang-orang yang berwenang menjadi Wali
Wewenang menjadi wali
Pada pasa l332 b (1) KUHPerdata menyatakan “perempuan bersuami tidak boleh menerima perwalian tanpa bantuan dan izin tertulis dari suaminya”.
Akan tetapi jika suami tidak memberikan izin maka dalam pasal 332 b (2) KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa bantuan dari pendamping (bijstand) itu dapat digantikan dengan kekuasaan dari hakim.
Selanjutnya pasal 332 b ayat 2 KUH Perdata menyatakan :
“Apabila si suami telah memberikan bantuan atau izin itu atau apabila ia kawin dengan perempuan itu setelah perwalian bermula, sepertipun apabila si perempuan tadi menurut pasal 112 atau pasal 114 dengan kuasa dari hakim telah menerima perwalian tersebut, maka si wali perempuan bersuami atau tidak bersuami, berhak melakukan segala tindakan-tindakan perdata berkenaan dengan perwalian itu tanpa pemberian kuasa atau bantuan ataupun juga dan atau tindakan-tindakan itupun bertanggung jawab pula.”
Wewenang Badan Hukum Menjadi Wali
Biasanya kewenangan perhimpunan, yayasan dan lembaga-lembaga sebagai wali adalah menunjukkan bapak atau ibu, maka dalam pasal 355 ayat 2 KUH Perdata dinyatakan bahwa badan hukum tidak dapat diangkat sebagai wali. Tetapi hal ini akan berbeda kalau perwalian itu diperintahkan oleh pengadilan.
Pasal 365 a (1) KUH Perdata dinyatakan bahwa “dalam hal sebuah badan hukum diserahi perwalian maka panitera pengadilan yang menugaskan perwalian itu ia memberitahukan putusan pengadilan itu kepada dewan perwalian dan kejaksaan” .
Sesungguhnya tidak hanya panitera pengadilan saja yang wajib memberitahukan hal itu tetapi juga pengurus badan hukum tersebut dan sanksi akan dipecat sebagai wali kalau kewajiban memberitahukan itu tidak dilaksanakan. Sedangkan kejaksaan atau seorang pegawai yang ditunjuknya, demikianpula dewan perwalian, sewaktu-waktu dapat memeriksa rumah dan tempat perawatan anak-anak tersebut.
Yang tidak mempunyai kewajiban menerima pengangkatan menjadi Wali
- Seorang yang dianggap sebagai seorang wali adalah salah seorang orang tua.
- Seorang isteri yang diangkat menjadi wali.
- Perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial lainnya kecuali kalau perwalian itu diberikan atau diperintahkan kepadanya atau permohonannya sendiri atau atas pertanyaan mereka sendiri.
Yang dapat meminta pembebsan untuk diangkat sebagai wali.
Dalam pasal 377 (1) KUH Perdata, menyebutkan :
- Mereka yang akan melakukan jawatan negara berada diluar Indonesia.
- Anggota tentara darat dan laut dalam menunaikan tugasnya.
- Mereka yang akan melakukan jabatan umum yang terus menerus atau untuk suatu waktu tertentu harus berada di luar propinsi.
- Mereka yang telah berusia di atas 60 tahun.
- Mereka yang terganggu oleh suatu penyakit yang lama akan sembuh.
- Mereka yang tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dengan anak yang dimaksud, padahal dalam daerah hukum tempat perwalian itu ditugaskan atau diperintahkan masih ada keluarga sedarah atau semenda yang mampu menjalankan tugas perwalian itu.
Menurut pasal 377 (2) KUH Perdata dinyatakan bahwa “si bapak dan si ibu tidak boleh meminta supaya dilepaskan dari perwalian anak-anak mereka, karena salah satu alasan tersebut di atas”.
Menurut pasal 379 KUH Perdata disebutkan ada 5 golongan orang yang digolongkan atau tidak boleh menjadi wali, yaitu :
- Mereka yang sakit ingatan (krankzninngen).
- Mereka yang belum dewasa (minderjarigen)
- Mereka yang berada dibawah pengampuan.
- Mereka yang telah dipecat atau dicabut (onzet) dari kekuasaan orang tua atau perwalian atau penetapan pengadilan.
- Para ketua, ketua pengganti, anggota, panitera, panitera pengganti, bendahara, juru buku dan agen balai harta peninggalan, kecuali terhadap anak- anak atau anak tiri mereka sendiri.
Mulainya Perwalian
Dalam pasal 331 a KUHPerdata, disebutkan
Jika seorang wali diangkat oleh hakim, dimulai dari saat pengangkatan jika ia hadir dalam pengangkatan itu. Bila ia tidak hadir maka perwalian itu dimulai saat pengangkatan itu diberitahukan kepadanya.
Jika seorang willi diangkat oleh salah satu orang tua, dimulai dari saat orang tua itu meniggal dunia dan sesudah wali dinyatakan menerima pengangkatan tersebut.
Bagi wali menurut undang-undang dimulai dari saat terjadinya peristiwa yang menimbulkan perwalian itu, misalnya kematian salah seorang orang tua.
Berdasarkan pasal 362 KUH Perdata maka setiap wali yang diangkat kecuali badan hukum harus mengangkat sumpah dimuka balai harta peninggalan.
Wewenang Wali
Pengawasan atas diri pupil (orang yang menentukan perwalian).
Dalam pasal 383 (1) KUH Perdata,
“Setiap wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan terhadap pribadi si belum dewasa sesuai dengan harta kekayaannya dan ia harus mewakilinya dalam segala tindakan-tindakan.”
Artinya wali bertanggung jawab atas semua tindakan anak yang menjadi perwaliannya.
Dalam ayat 2 pasal tersebut ditentukan , “si belum dewasa harus menghormati walinya.” Artinya si anak yang memperoleh perwalian berkewajiban menghormati si walinya.
Pengurusan dari Wali
Pasa1383 (1) KUH Perdata juga menyebutkan :
“… pun ia harus mewakilinya dalam segala tindakan-tindakan perdata.”
Namun demikian pada keadaan tertentu pupil dapat bertindak sendiri atau didampingi oleh walinya, misalnya dalam hal pupil itu akan menikah.
Barang-barang yang termasuk pengawasan wali.
Menurut pasal 385 (2) KUH Perdata, barang-barang tersebut adalah berupa barang-barang yang dihadiahkan atau diwariskan kepada pupil dengan ketentuan barang tersebut akan diurus oleh seorang pengurus atau beberapa pengurus.
Tugas dan Kewajiban Wali
Adapun kewajjban wali adalah :
Kewajiban memberitahukan kepada Balai Hart Peninggalan.
Pasal 368 KUH Perdata apabjla kewajjban ini tidak dilaksanakan wali maka ia dapat dikenakan sanksi berupa wali dapat dipecat dan dapat diharuskan membayar biaya-biaya dan ongkos-ongkos.
Kewajiban mengadakan inventarisasi mengenai harta si anak yang diperwalikannya (pasal 386 ayat 1 KUH Perdata).
Kewajiban-kewajiban untuk mengadakan jaminan (pasa1335 KUH Perdata).
Kewajjban menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap-tiap tahun oleh anak tersebut dan biaya pengurusan. (pasal 338 KUH Perdata).
Kewajiban wali untuk menjual perabotan rumah tangga minderjarigen dan semua barang bergerak dan tidak memberikan buah atau hasil atau keuntungan kecuali barang-barang yang diperbolehkan disimpan innatura dengan izin Weeskamer. (pasal 389 KUH Perdata)
Kewajiban untuk mendaftarkan surat-surat piutang negara jika ternyata dalam harta kekayaan minderjarigen ada surat piutang negara. (pasal 392 KUH Perdata)
Kewajiban untuk menanam (belegen) sisa uang milik menderjarigen setelah dikurangi biaya penghidupan tersebut.
Berakhirnya Perwalian
Berakhirnya perwalian dapat ditinjau dari dua keadaan,yaitu :
dalam hubungan dengan keadaan si anak, dalam hal ini perwalian berakhir karena :
- Si anak telah menjadi dewasa (meerderjarig).
- Matinya si anak.
- Timbulnya kembali kekuasaan orang tuanya.
- Pengesahan seorang anak di luar kawin yang diakui.
Dalam hubungan dan tugas wali, dalam hal ini perwalian dapat berakhir karena :
- Ada pemecatan atau pembebasan atas diri si wali.
- Ada alasan pembebasan dan pemecatan dari perwalian (pasal 380 KUHP Perdata).
Syarat utama untuk pemecatan adalah .karena lebih mementingkan kepentingan anak minderjarig itu sendiri.
Alasan lain yang dapat memintakan pemecatan atas wali didalam pasal 382 KUHPerdata menyatakan :
Jika wali berkelakuan buruk.
Jika dalam melaksanakan tugasnya wali tidak cakap atau menyalahgunakan kecakapannya.
Jika wali dalam keadaan pailit.
Jika wali untuk dirinya sendiri atau keluarganya melakukan perlawanan terhadap si anak tersebut.
Jika wali dijatuhi hukuman pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.
Jika wali alpa memberitahukan terjadinya perwalian kepada Balai Hart Peninggalan (pasal 368 KUHPerdata).
Jika wali tidak memberikan pertanggung jawaban kepada Balai Hart Peninggalan (pasal 372 KUHPerdata).
Ketentuan perwalian menurut UU No.1 tahun 1974.
Menurut ketentuan UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pada pasal 50 disebutkan :
Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali.
Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.
Syarat-syarat Perwalian
Jadi menurut ketentuan pasal 50 ayat (1) Undang-undang No.1 tahun 1974 menyebutkan bahwa syarat-syarat untuk anak yang memperoleh perwalian adalah :
Anak laki-laki dan perempuan yang belum berusia 18 tahun.
Anak-anak yang belum kawin.
Anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan orang tua.
Anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan wali.
Perwalian menyangkut pemeliharaan anak tersebut dan harta bendanya.
Menurut UU No.1 tahun 1974 pasal 51, perwalian terjadi karena :
Wali dapat ditunjuk oleh salah seorang orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisan dengan dua orang saksi.
Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.
Kewajiban Wali
Menurut pasal 51 Undang-undang No.1 tahun 1974 menyatakan:
Wali wajib mengurus anak yang berada dibawah kekuasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama kepercayaan anak itu.
Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua peru bahan-perubahan harta benda anak tersebut .
Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan kesalahan dan kelalaiannya.
Larangan Bagi Wali
Pasal. 52 UU No.1 tahun 1974 menyatakan terhadap wali berlaku pasal 48 Undang-undang ini, yakni orang tua dalam hal ini wali tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum melakukan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak tersebut memaksa.
Berakhirnya Perwalian
Pasal 53 UU No.1 tahun 1974 menyebutkan wali dapat dicabut dari kekuasaannya , dalam hal-hal yang tersebut dalam pasal 49 Undang-undang ini, yaitu dalam hal :
Wali sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak perwalian tersebut.
Wali berkelakuan buruk sebagai walinya.
Apabila kekuasaan wali dicabut maka pengadilan menunjuk orang lain sebagai (pasal 53 (2) UU No.1 tahun 1974).
Dalam hal apabila wali menyebabkan kerugian pada si anak maka menurut ketentuan pasal 54 UU No.1 tahun 1974 menyatakan, wali yang telah menyebabkan kerugian pada harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan keputusan pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut.
sumber : balianzahab.wordpress.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar